Empat hari lagi, masyarakat Indonesia dapat melihat gerhana matahari total (GMT) yang diperkirakan terjadi pada pagi hari, 9 Maret 2016. Meski antusiasme masyarakat besar, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menganjurkan untuk tidak menatap langsung ke arah datangnya sinar matahari pada saat terjadi gerhana matahari total.
"Cukup lihat pantulannya saja, atau gunakan kacamata yang benar-benar antiultraviolet. Hati-hati, karena kacamata berwarna hitam, belum tentu memiliki antiultraviolet," kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek, melalui siaran pers, Jumat (4/3/2016).
Menurut Menkes, pada saat kita menatap ke arah GMT maka pupil akan membesar dan sinar UV akan masuk ke dinding retina (macula). Fenomena ini akan menyebabkan kerusakan pada retina mata bahkan mengalami kebutaan.
"Pada saat terjadi gerhana matahari total, sinar matahari akan terhalang sehingga suasana akan menjadi mendung atau gelap. Namun, sayangnya ultraviolet (UV) yang terdapat dalam sinar matahari tetap ada," katanya.
Bila tidak ingin kehilangan momen ini, masyarakat dapat menyiapkan alat filter atau kacamata khusus. Dengan begitu, momen puncak yang berlangsung sekitar 3 menit ini dapat disaksikan khususnya bagi masyarakat di 11 provinsi di Indonesia yakni Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara," ujarnya.
Gerhana Matahari Total 2016 yang akan terjadi pada 9 Maret mendatang merupakan yang pertama terjadi pada Abad ke-21 di Indonesia. Gerhana matahari berikutnya, yaitu gerhana matahari cincin akan terjadi di Indonesia pada 2019. Adapun gerhana matahari total berikutnya baru melintas di wilayah Nusantara pada 20 April 2023.