Para subjek riset sekaligus para penonton film menunjukkan
peningkatan kemampuan kognitif sebesar 23 persen setelah menonton film 3D.
Reaction Time (RT) mereka juga meningkat sebesar 11 persen dan kinerja otak
para subjek membaik selama 20 menit setelah menonton film 3D. Peningkatan
Reaction Time (RT) pada subjek yang menonton film 3D ini lebih besar lima kali
dari pada subjek penonton 2D.
"Hasil ini lebih signifikan dari yang Anda kira,"
kata Fagan.
"Faktanya, orang-orang hidup lebih lama dan terjadi
penurunan nyata di fungsi kognitif pada otak di usia tua, yang akan mengurangi
kualitas hidup di masa depan. Sekarang adalah saat yang tepat untuk mencari
bagaimana cara meningkatkan fungsi otak. Hasil awal pada studi ini
mengindikasikan bahwa film 3D berpontesi memiliki peran dalam melambatkan
penurunan ini," ujar Fagan menjelaskan.
Fagan menggunakan tes kognitif otak, sementara Walker
menggunakan headset untuk memonitor otak, dua alat ini lah yang menjadi sumber
informasi riset. Riset ini dilakukan terhadap penonton di Vue Cinema (21/5),
London.
Kini Fagan dan Walker percaya bahwa film 3D dapat digunakan
untuk meningkatkan kinerja dokter bedah dan pekerja sektor lain yang
mengharuskan fungsi kognitif otak superlatif seperti olahragawan.
Studi ini juga menemukan bahwa film 3D membuat penonton
lebih larut dalam film ketimbang 2D, terbukti keterlibatan para subjek
meningkat sebanyak 7 persen. Dalam riset ini Fagan dan Walker tidak menguji
tingkat kepuasan menonton lewat stereoskop atau 3 dimensi.
Sebuah studi tahun 2011 oleh L Mark Carrier dari California
State University menemukan bahwa stereoskop tidak menghadirkan reaksi emosional
yang lebih intens dan tidak membuat para subjek lebih mengingat detail film.